PENGERTIAN PENDIDIKAN
Dari segi bahasa pendidikan dapat diartikan perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin dan sebagainya.1
Kata pendidikan dalam bahasa latin yaitu educare dan education, yang dalam bahasa Inggris pendidikan berarti educare dan educatioon, secara konseptual dikaitkan dengan kata-kata latin educare atau dalam bahasa Inggris PENDIDIKAN adalah educe yang berarti menghasilkan dan mengembangkan, mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material.
Secara harfiah pendidikan berarti mengumpulkan, menyampaikan informasi dan menyalurkan bakat, dan pada dasarnya pengertian pendidikan ini terkait dengan konsep penyampaian informasi dan pengembangan bakat yang tersembunyi.
Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata Pendidikan yang umum kita gunakan sekarang dalam bahasa arabnya adalah tarbiyah dengan kata kerja”rabba”. Kata pengajaran dalam bahasa arabnya adalah ta’lim dengan kata kerjanya ’allama’. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa arabnya ’tarbiyah wa ta’lim.
Pendidikan Dalam bahasa arab, menurut pakar pendidikan pada umumnya menggunakan kata tarbiyah untuk arti pendidikan. Dalam kamus bahasa arab, kita akan menemukan tiga akar kata untuk istilah tarbiyah, pertama, raba yarbu yang artinya bertambah dan berkembang. Kedua, rabiya yarba yang dibandingkan dengan khafiya yakhfa’ yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, rabba-yarubbu yang dibandingklan dengan madda yamuddu yang berarti memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga dan memperhatikan.
Adapun pengertian pendidikan dari segi istilah kita dapat merujuk akepada berabagai sumber yang diberikan para ahli pendidikan. Dalm undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No.2 Th. 1989) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk meyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Selanjutnya Bapak pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, mengatakan bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect) dan tubuh anak yang antara yang satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
Dari dua definisi pendidikan tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan adalah merupakan usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar dia dapat melakukan peranannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal. Dengan demikian, pendidikan pada intinya menolong manusia agar dapat menunjukan eksistensinya secara fungsional ditengah-tengah kehidupan manusia. Pendidikan demikian akan dapat dirasakan manfaatnya bagi manusia.
*sumber: Prof. Dr. H. Abuddin Natta. Metodologi Studi Islam.2004
Dr. Zakiah Darajat. Ilmu Pendidikan Islam.2000
PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang dapat banyak perhatian dari para Ilmuan. Hal ini karena pendidikan Islam sangat strategis dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia, juga karena didalam pendidikan Islam terdapat masalah yang kompleks dan memerlukan penanganan segera.
Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita harus melihat kepada kata bahasa Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata Pendidikan yang umum kita gunakan sekarang dalam bahasa arabnya adalah tarbiyah dengan kata kerja”rabba”. Kata pengajaran dalam bahasa arabnya adalah ta’lim dengan kata kerjanya ’allama’. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa arabnya ’tarbiyah wa ta’lim.
Pendidikan dari segi istilah kita dapat merujuk kepada berbagai sumber yang diberikan para ahli Pendidikan. Dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No.2 Th. 1989) dinyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Sedangkan pengertian Islam berasal dari bahasa Arab aslama, yaslimu, islaman yang berarti berserah diri, patuh dan tunduk. Kata aslama tersebut pada mulanya berasal dari salima, yang berarti selamat, sentosa, dan damai. Dari pengertian demikian, secar harfiah Islam da[pat diartikan patuh, tunduk, berseah diri (kepada Allah) untuk mencapai keselamatan.
Selanjutnya, jika kata pendidikan dan Islam disatukan menjadi pendidikan Islam, sehingga mengandung pengertian bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam yang bersumber kepada wahyu (Al-Qur’an) dan As-Sunnah.
Namun dalam arti yang lebih luas pendidikan Islam memiliki pengertian yang bermacam-macam. Sebagian ada yang berpendapat bahwa pendidikan Islam merupakan pergaulan yang mengandung rasa kemanusiaan terhadap anak dan mengarahkan kepada rasa kemanusiaan terhadap anak dan mengarahkan kepada kebaikan disertai dengan perasaan cinta kasih kebapaan dengan menyediakan suasana yang baik dimana bakat dan kemampuan anak dapat tumbuh dan berkembang secara lurus. Sementara itu, pakar lainnya berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasrkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Secra keseluruhan, definisi yang bertemakan pendidikan Islam itu mengacu kepada suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
*sumber: Prof. Dr. H. Abuddin Natta. Metodologi Studi Islam.2004
DEFINISI ILMU
Kata-kata Ilmu sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kata ilmu merupakan terjemahan dari kata science, yang secara etimologis berasal dari kata latin scinre, artinya ”to know”. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif.
Menurut Harold H. Titus, ilmu (science) diartikan sebagai common sense yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode-metode observasi, yang teliti dan kritis.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Mohammad Hatta, tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunannya dari dalam.
Prof. Drs. Harsojo, Guru Besar Universitas Padjajaran menyatakan bahwa ilmu itu adalah;
a. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan
b. Suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia
c. Suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan sesuatu proposisi dalam bentuk:”Jika......maka.....!”.
Prof. Dr. Ashley Montagu, Guru Besar Antropologi pada Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan studi dan percobaan untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang distudi.
Dari beberapa pengertian Ilmu yang kami kemukakan diatas dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas, apa yang disebut dengan ilmu. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.
Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir objektif, tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifiaksi dan analisis. Ilmu itu objektif dan mengesampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian, karena dimulai dengan fakta, ilmu merupakan milik manusia secara komprehensif.
Ilmu merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika, dan dapat diamati panca indera manusia.
*Sumber: Burhanuddin Salam. Pengantar Filsafat. 2003
Teori pendidikan
Objek kajian pendidikan tidak terlepas dari yang namanya kurikulum. Kurikulum memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan teori pendidikan tertentu. Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan, yaitu : (1) pendidikan klasik; (2) pendidikan pribadi; (3) teknologi pendidikan dan (4) teori pendidikan interaksional.
1.Teori Pendidikan klasik (classical education),
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme, Essensialisme, dan Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”, melalui metode ekspositori dan inkuiri.
2.Teori Pendidikan pribadi (personalized education).
Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya- Francis Parker dan John Dewey – memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik lebih merupakan ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang setiap individu dalam keadaan fitrah,– memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan ketulusan.
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis),
3.Teori Teknologi pendidikan,
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam tekonologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director of learning), lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
Teknologi pendidikan menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum teknologis, yaitu model kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetensi bagi para peserta didik, melalui metode pembelajaran individual, media buku atau pun elektronik, sehingga mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.
4. Teori Pendidikan interaksional,
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.
Pendidikan interaksional menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan bekerja sama untuk memecahkannya.
MEDIA PENDIDIKAN
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secar harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepenerima pesan.
Banyak batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and Communication Technology/AECT0) di amerika misalnya, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne (1970) menyatakan bahwa media Pendidikan adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Briggs (1970) berpendapat bahwa media pendidikan adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Contohnya bentuk media pendidikan diantaranya yaitu buku, kaset, film, Komputer dan lain-lain.
Agak berbeda dengan itu semua adalah batasan-batasan yang diberikan oleh Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Assosiation/NEA), dikatakan bahwa media pendidikan adalah bentuk-bentuk komunikasi baik cetak maupun audio visual serta alatannya. Media hendaknya dapat dimanupulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca.
Apapun batasannya ada persamaan-persamaan diantaranya yaitu bahwa media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepenerima atau dari seorang guru ke siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga proses belajar mengajar terjadi.
Bermacam-macam peralatan media pendidikan digunakan guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mungkin terjadi kalau hanya digunakan alat bantu visual semata.
Kekhawatiran-kekhawatiran semacam itu sebenarnya tak perlu ada kalu kita ingat betul tugas dan peranan guru yang sebenarnya. Memberikan perhatian dan bimbingan secara individual kepad siswa-siswanya adalah tugas penting yang selama ini belum dilaksanakan sepenuhnya. Guru dan media pendidikan hendaknya bahu membahu dalam memberikan kemudahan belajar bagi siswa. Perhatian dan bimbingan secara individual dapat dilaksanakan oleh guru dengan baik sementara informasi dapat pula disajikan secara jelas, menarik dan teliti oleh media pendidikan.
Acapkali kata media pendidikan digunakan bergantian dengan istilah alat bantu atau media pendidikan sering di sebut media komunikasi. Bahwa hubungan komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu yang disebut media komunikasi.
*sumber: Dr. Arief S. Sadiman Dkk. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatanya.2003
ILMU STATISTIK
Kata statistik tanpa kita sadri atau tidak, kata statistic telah banyak digunkan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak persolan apakah itu hasil penelitian, riset ataupun pengamatan, baik yang dilakukan khusus maupun berbentuk laporan, dinyatakan dan dicatat dalam bentuk bilangan atau angka-angka. Kumpulan angka-angka itu sering disusun, diaatur atau disajikan dalam bentuk daftar atau tabel. Sering juga daftar atau tabel tersebut disetai dengan gambar-gambar yang biasa disebut dengan diagram atau grafik supaya lebih dapat menjelaskan lagi persoalan yang sedang dipelajari. Bertahun-tahun orang telah menamakan ini statistik.
Statistik adalah alat untuk menyatakan kumpulan data, bilangan maupun non bilangan yang disusun dalam tabel atau diagram, yang melukiskan atau menggambartkan sauatu persoalan. Statistik yang menjelaskan sesuatu hal biasanya diberinama statistik mengenai hal yang bersangkutan. Sebagai contoh: statistik penduduk, sttistik kelahiran, ststistik pendidikan, statistik produksi, sttistik pertanian, statistik kesehatan, dan masih banyak yang lainnya.
Kata statistik juga masih mengandung pengertian lain, yakni dipaaki untuk menyatakan ukuran sebagai wakil dari kumpulan data mengenai sesuatu hal. Ukuran ini didapat berdasarkan perhitungan menggunakan kumpulan sebagai data yang diambil dari keseluruhan tentang persolan tersebut.
BADAN HUKUM PENDIDIKAN
RUU BADAN HUKUM PENDIDIKAN merupakan amanat dari UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas. Tujuan UU BADAN HUKUM PENDIDIKAN adalah mewujudkan kemandirian dalam penyelengaraan pendidikan. Hal itu, lanjutnya, dapat diwujudkan dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan menengah serta otonomi pada pendidikan tinggi.
Dengan demikian, kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitas akan berkembang.
Begitu pula perlindungan pada kurikulum BADAN HUKUM PENDIDIKAN yang diselenggarakan asing masih terlalu minim. Hal lain adalah belum tercantumnya dengan jelas penegasan anggaran 20% dari APBN/APBD untuk pendidikan. Jika RUU itu disahkan, status hukum PT BADAN HUKUM PENDIDIKAN tidak mengarah pada privatisasi lembaga pendidikan.
Pemerintah saat ini memberikan otonomi kepada beberapa perguruan tinggi (PTN) negeri, seperti UI, IPB, ITB, UGM, Unair, dan USU untuk mengejar kemajuan negara lain. Otonomi bagi PTN lain akan diberikan bertahap.
Akan tetapi dengan menjadikan badan hokum akan menjadi rancu karena PTN memang sudah jelas berbadan hokum yang dimiliki pemerintah. Atau pemerintah mau mengadofsi BUMN dan BUMS, yang jelas-jelas badan usaha. Kalau benar badan usaha berarti pemerintah mencari keuntungan yang lebih dari sector pendidikan.
Ide awal dari status Badan Hukum Milik Negara yaitu konsepsi kemandirian kampus yang lebih luas, sebenarnya bagus. Kemandirian itu diaplikasikan sesuai dengan kreatrivitas kampus masing-masing, yang bertujuan supaya kultur akademik dan non akademik menjadi lebih baik.
Kemandirian kampus itu harusnya tidak identik dengan cari uang sendiri yang caranya dekat dengan tudingan komersialisasi. Kalu sudah begitu tak heran aksebilitas pendidikan menjadi terbatas. Hanya bisa dijangkau oleh komunitas yang berduit dan orang yang kaya-kaya.
PTN Harus Memantapkan Quality Assurance
Sesuai dengan amanat Undang Undang (UU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No 20 Tahun 2003, pemerintah dan DPR harus mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan yang memiliki badan hukum. Namun, setelah hampir dua tahun UU itu ditetapkan, pemerintah dan DPR masih terus mencari bentuk penyelenggaraan pendidikan yang memiliki badan hukum. Di satu sisi, draf Rancangan UU Badan Hukum Pendidikan (RUU BADAN HUKUM PENDIDIKAN) masih menjadi polemik yakni banyak dikritik masyarakat, baik oleh pakar maupun stakeholder pendidikan. Sebaliknya, di sisi lain beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) seperti UI, IPB, hingga Unair sudah menjalankan amanat tersebut. Yang menjadi persoalan klasik kontradiktif, hadirnya RUU BADAN HUKUM PENDIDIKAN bagi PTN di Indonesia apakah hal ini merupakan suatu "rahmat" atau sebaliknya menjadi"beban"?
Maka sebagai pemandangan argumentatif, salah satu kata bertuah yang selalu saja diucapkan oleh tokoh-tokoh vokalis mulai dari skala nasional, regional, maupun lokal adalah "otonomi". Seolah-olah bahkan sudah menjadi semacam mantra. Dalam hampir setiap sambutan, pidato, pengarahan, bila tidak menyebut otonomi, berarti sudah ketinggalan zaman atau kurang afdal. Namun, kalau kemudian dikembalikan pada pihak audien atau mereka yang diajak bicara, apa sesungguhnya arti otonomi, cukup banyak yang terbengong-bengong karena memang mereka masih belum paham betul. Apalagi untuk mengenal otonomi perguruan tinggi, jelas kebingungan karena pihak civitas akademika saja hingga kini masih mengalami silang pendapat dan persepsi berbeda. Kondisi ini mengharuskan upaya peningkatan sosialisasi RUU BADAN HUKUM PENDIDIKAN pada publik tentang dasar hukum, konsep dan implementasi ke depan bagi PTN di Indonesia secara terpadu danberkelanjutan.
Mengapa RUU BADAN HUKUM PENDIDIKAN bagi PTN lain menjadi suatu beban? Beberapa waktu yang lalu sekelompok aktivis mahasiswa melakukan demonstrasi menyatakan dengan tegas bahwa mereka menolak otonomi perguruan tinggi dan menolak kenaikan SPP. Dalam pikiran para mahasiswa tersebut, otonomi diartikan sebagai lepas tangannya pemerintah dalam pembiayaan pendidikan, yang berakibat naiknya SPP. Mereka beranggapan bahwa RUU BADAN HUKUM PENDIDIKAN justru menjadikan PTN seolah-olah sebagai lembaga pendidikan berbasis industri yang berorientasi modal (privatisasi). Untuk bisa kuliah di PTN hanya bagi kaum kaya, yang pada akhirnya si miskin tidak kebagian tempat. Karena itu, RUU BADAN HUKUM PENDIDIKAN yang segera diajukan ke DPR masih memicu adegan polemik mahasiswa, kedua-duanya (otonomi dan kenaikanSPP)ditolakmentah-mentah.
Seberapa jauh pula upaya menuju Otonomi kampus? Dalam HELTS (Higher Education Long Term Strategy) 2003-2010 mempertegas strategi pemerintah untuk meningkatkan daya saing bangsa yang mengutamakan mutu (quality, access and equity, autonomy)? Dari pertanyaan tersebut sebagai kerangka berpikir dan selanjutnya menganalisis, bagaimana upaya menyiapkan PTN menuju tatanan baru yang harus diemban dalam sebuah atmosfir perguruan tinggi. Aktualisasi tulisan ini terlepas dari argumen pengayaan wacana yang sudah banyak mengulas tentang sosok rektor. Di sini penulis mencoba memberikan preskripsi atau sebagai "ancer-ancer" bahwa tantangan ke depan perguruan tinggi adalah pada arah sistem penjaminan mutu (Quality Assurance).
Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap manajemen PT sehubungan dengan "Quality Assurance"? Sebenarnya beban ini tidak hanya dipikulkan pada calon rektor baru saja, semua orang yang ada di PT ikut bertanggung jawab, dan karena itu juga seluruh civitas akademika harus ikut serta dalam pelaksanaannya. Namun demikian, pimpinan tertinggi seperti rektor, dekan, ketua lembaga, dan lain-lain turut bertanggung jawab memimpin tugas manajemen itu. Mereka harus bisa menjamin adanya pengelolaan pendidikan tinggi seperti seharusnya.
Perlu diketahui bahwa penataan arah dalam penjaminan mutu PT mengacu pada paradigma baru manajemen PT yang harus bisa mendorong institusinya dalam melaksanakan: (1) peningkatan mutu yang berkelanjutan; (2) melaksanakan otonomi PT dengan sebaik-baiknya; (3) memiliki sistem akuntabilitas atas segala kegiatannya; (4) mengikuti akreditasi PT secara berkala; (5) selalu melakukan evaluasi diri secara berkala. Sedangkan prinsip dasar sistem manajemen mutu yang bisa dijadikan acuan, yaitu perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan perbaikan mutu.
Untuk menghadapi tantangan ke depan, PT secepatnya mempersiapkan konsep sistem pendidikan ke depan yang mengacu pada upaya arah penjaminan mutu yang tersistem. Kondisi suatu jaman, hendaknya terefleksi dalam suatu praktek pendidikan. Kalau tidak, dunia pendidikan kita akan ketinggalan "kereta". Sangat tepat dan bijaksana sejak dini jika PTN ada komitmen untuk menyambut status otonomi kampus. Ini dimungkinkan bisa mengantisipasi persaingan yang ketat di semua lini kehidupan, termasuk masalah pendidikan di era globalisasi.
Dengan menciptakan kepuasan terhadap stakeholders, diyakini akan membawa angin perubahan menuju ke arah kemajuan pendidikan yang unggul. Padahal kita tahu, makin maju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) akan makin canggihnya peralatannya, otomatis akan mahal pula harganya. Malahan tak jarang untuk mendapatkannya karena kita harus nginden peralatan tersebut di luar negeri. Tapi kita kesulitan dana, maka wajarlah bila Perguruan Tinggi (PT) di negeri kita ini makin jauh ketinggalan sumber daya manusianya (SDM).
Untuk menyiapkan penataan arah penjaminan mutu, PT hendaknya mengeluarkan "output" yang berorientasi keilmuan, profesional yang memiliki kemampuan dasar sesuai spesialisasinya, berjiwa mandiri, mampu bekerja sama dalam tim dengan disiplin ilmu lain, mampu mengembangkan inovasi serta membantu masyarakat memecahkan masalah-masalah dalam mencapai kesejahteraan hidupnya. Untuk menumbuhkan tradisi keilmuan dan sikap berani berdiri sendiri perlu dikembangkan melalui sistem belajar-mengajar yang mengikutsertakan mahasiswa secara aktif, misalnya melalui diskusi.
Fokus lain yang harus difikirkan adalah dampak negatif bila dimungkinkan terjadinya rasionalisasi karyawan, maka PT harus mewujudkan manajemen administrasi sumber daya yang profesional. Artinya harus pula diimbangi dengan pengembangan SDM yang profesional. Adapun polarisasi harus dipetakan pada SDM yang profesional lahir dari manusia yang memiliki: (1) etos kerja berupa disiplin, kejujuran, tanggung jawab atas hasil kerjanya, (2) otonomi dalam pengambilan keputusan, (3) sikap dan perilaku kerja yang berkompetitif secara fair.
Perubahan status menjadi otonomi, tampaknya tidak hanya bersifat fragmentaris dan tambal sulam belaka, tapi bersifat sistemik, menyeluruh, dan mendasar. Keseluruhan strategi tersebut menurut pandangan penulis sebagai upaya pelengkap konsep penjaminan mutu (perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan perbaikan mutu) seperti berikut ini.
Pertama, melaksanakan inovasi manajemen lembaga secara terstandarar yakni sistemik, total, dan mendasar dengan sasaran utama perubahan orientasi, pandangan, cara berpikir, dan pola perilaku nyata atau action sebagai manifestasi adanya perubahan orientasi dan pandangan serta cara berpikir tersebut.
Kedua, meningkatkan mutu akademik yang mencakup mutu proses pembelajaran, mutu penelitian, dan mutu pengabdian pada masyarakat. Dengan strategi ini diharapkan dapat dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Ketiga, meningkatkan kesesuaian dan kesepadanan (link and match) pendidikan tinggi dengan berbagai kebutuhan dan tuntutan yang berkembang, baik dari sistem perkuliahan maupun dari dunia bisnis dan industri yang ada di masyarakat. Sehingga, pendidikan tinggi mampu melebarkan dan meluaskan sasaran operasionalnya.
Keempat, meningkatkan peran internasional baik dengan berbagai lembaga perguruan tinggi di negara lain maupun dengan badan-badan atau organisasi internasional yang termasuk governmental dan non-governmental agincies. Strategi ini membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk pertukaran informasi, pengalaman riset, karya ilmiah, ketenagaan, dan yang lebih fungsional adalah penyegaran pandangan dan keilmuan. (habis/*)
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Dengan penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mulai tahun ajaran 2006/2007 ini yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004, maka sekolah memiliki wewenang luas menyusun kurikulumnya sendiri.
Dengan begitu kurikulum dari sekolah satu dengan lainnya bisa saja berbeda. KTSP sebagai kurikulum operasional sekolah disusun berdasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan yang dikembangkan dengan prinsip diversivikasi. Dimana kurikulum itu harus disesuaikan dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Sehingga peran sekolah sangatlah berperan dalam menyusun kurikulum yang sekarang. Meski sekolah memiliki kewenangan luas tersebut, tapi acuan tetap pada standar isi dan standar kompetensi lulusan.
KTSP memang penyempurnaan dari kurikulum 2004. Dalam kurikulum sebelumnya, kurikulum masih disusun oleh pusat sehingga sekolah tinggal menggunakan saja. Sementara di KTSP, lanjutnya, kurikulum disusun sesuai dengan standar kompetensi.
Dalam KTSP, untuk muatan lokal pun pihak sekolah memiliki kewenangan sendiri menentukannya. Yang selama ini muatan lokal kan ada tiga yakni dari provinsi, kabupaten/kota, dan pihak sekolah sendiri. Dengan menentukan sendiri maka muatan lokal seharusnya menjadi keunggulan sekolah itu sendiri.
Dengan pemberlakuan KTSP, maka pemberdayaan guru pun akan lebih baik.Guru yang selama ini hanya sekedar mengajar karena kurikulumnya sudah tersedia. Akan tetapi sekarang seorang guru akan lebih bisa mengeluarkan segala kemampuannya dengan adanya KTSP ini. Sehingga guru lebih kreatif dan memiliki inovasi yang baru dalam pembelajaran.
Dengan KTSP maka seorang guru dituntut memiliki kemampuan menyusun kurikulum yang sesuai dan tepat bagi peserta didiknya. Ini kan akan membuat guru semakin pintar karena ide mereka selama ini yang tidak bisa tertuang bisa dicurahkan dan dikembangkan dalam kurikulum.
Dan peserta didik pun akan menjadikan lebih berkualitas, karena dengan begitu minat dan bakat mereka yang lain akan segera terkembangkan. Selain itu seorang peserta didik akan memeiliki kompetensi tertentu, selain pelajaran umum yang biasa mereka pelajari di sekolah.
GURU SEBAGAI PROFESI
Disahkanya Undang-undang tentang Guru dan Dosen, merupakan angin segar bagi para guru di Indonesia. Karena dengan begitukiprah guru mendapat legitimasi/pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga professional, dengan begitu martabat guru akan terangkat, meningkatkan kompetensi, meningkatkan mutu pembelajaran, meningkatkan mtu pendidikan, mengurangi kesenjangan guru antar daerah dari segi mutu, kualifikasi akademik, dan meningkatkan pendidikan yang bermutu.
Ketika diterapkan secara serentak, penghargaanterhadap tugas guru, kedudukan guru perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikasi bagi pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru sebagi tenaga professional. Pengakuan kedudukan guru sebgai tenaga professional merupakan bagian dari pembaharuan system pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pendididkan kepegawaian, ketenaga kerjaan, keuangan dan pemerintah daerah. Untuk kepentingan itulah diperlukan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga professional.
Namun dalam aplikasinya tidak semulus yang diharapkan, karena kelahiran Undang-undang ini tidak diikuti dengan peraturan pemerintah, sehingga tidak berjalan seperti yang diharapkan, khususnya bagi guru dan dosen. Guru sebagai agen pembelajaran yang berperan sebagai fasilitator perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi bagi anak didiknya. Kompetensi inilah yang sangat diperlukan untuk mensukseskan pendidikan nasional dengan berbagai kompetensi.
Masalah yang menjadi carut marutnya apendidikan kita selama ini tidak jelasnyalatar belakang pendidikan para guru kita. Seakan-akan semua jenjang pendidikan langsung bisa menjadi seorang guru, baik pada sekolah dasar, menengah maupun atas. Apalagi pada tingakat sekolah dasar sangat banyak kita temui, bahwa yang mengajarnya adalah lulusan SMA. Apakah dengan begitu mudahnya menjadi seorang guru itu, padahal criteria seorang guru itu harus minimal harus D2. Kiranya dengan adanya UU ini kelemahan yang ada sekarang ini secara bertahap akan berkurang. Karena tidak semua guru yang ada disekitar kita melalui suatu lembaga kependidikan. Malah kebanyakan dari guru yang ada walaupun sudah bergelar S1, akan tetapi mereka non kependidikan. Mereka memasuki dunia pendidikan dengan persyaratna yang umum yaitu lulusa perguruan tinggi.
Dengan begitu kelemahan yang selama ini diterapkan system pendidikan guru yang harus mencakup selain lulusan S1, ada komponen pendidikan profesi, sertifikasi dan lisensi harus dimiliki. Tanpa itu kita akan meragukan terus bahwa guru sebagi profesi. Betapa burukny apendidikan kita apabila semua yang mendapat gelar kesarjanaan dapat menjadi seorang guru. Kita bukan meragukan mereka-mereka yang memiliki ijazah sarjana, tetapi tidak semua sarjana walaupun lulusan yan terbaik secara otomatis dapat menjadi guru yang baik, apalagi profesional.
Dan yang harus ditekankan adalah pada pemegang kebijaksanaan dalam menerima seorang menjadi guru. Persyaratn terhadap penerimaan guru harus ketat dan jujur. Standar yang paling penting dalam menjadi guru adalah menguasai ilmu pendidikan, menguasi strategi dalam mengajar, mengusai teori belajar dan profesionalisme. Sehingga peserta didik tida menjadi kelinci percobaan dari tahun ketahun. Oleh sebab itu kita sebagi calon pendidik harus mempunyai criteria tersebut agar nantinya kita bisa menjadi seoran guru yang professional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar