Pemuda, Hujan, dan Air Mata

Di tengan derasnya hujan yang sedang menyambut datangnya gelap, karena memang pada waktu itu sedang berada di senja hari.

Dalam keadaan sesunyi itu, lengkaplah suasana sunyi setelah hujan dan gelap itu dengan tangisan seorang pemuda yang bersahaja. Tidak ada yang mengetahui kenapa dia menangis, mungkin kalau waktu itu aku tidak lewat ke tempat itu mungkin dirinya akan terus di basahi air hujan.

Mungkin pemuda itu orang yang baik, yang tidak ingin melihat orang lain bahwa dirinya sedang ditemani kesedihan, karena sontak saja ketika ku hampiri dia memberikan senyum akrab dan bersahabat seraya menghapus air matanya seolah-olah dirinya sedang tidak ada apa-apa. Tapi bagaimanapun rasa yang tidak sedap tercium juga, mungkin seperti itulah keadaan dirinya pada waktu itu. Aku tidak mau membuatnya kesal dan menambah kesedihannya maka aku mencoba mengajak dia untuk mampir, walaupun dia pertama-tama menolak tapi akhirnya dia bersedia juga.

Segera saja aku hidangkan segelas teh hangat dan sebuah handuk untuk menghapus basah di wajah dan badannya. Kutatap wajah pemuda itu dengan penuh tanda tanya. Rasanya aku pernah melihat orang ini, tapi dimana ya!. Wajah yang familiar dalam memory ingatanku.
”Terima kasih ya, maaf sudah merepotkan”, ucapnya memecah kesunyian.
”ya sama-sama, tidakk merepotkan ko santai aja lagi”. Jawabku dengan nada senang.
Maka dimulailah obrolan perkenalan kami berdua. Dengan diselingi sesekali saya menatap wajah pemuda itu. Kalau ditaksir dari raut mukanya, Rasanya pemuda ini masih muda sekitar 20 tahunan. Dan setelah berbicara panjang lebar ternyata pemuda ini adalah seorang anak yang sedang broken home. Dia lari dari rumah karena baru saja bertengkar dengan orangtuanya. Bahkan tak jarang ia tak pulang berhari-hari ke rumahnya, karena sudah tak betah berlama-lama di rumah. Dan malah dia bersenang-senang dengan teman lamanya, disaat keluarganya sedang tertimpa masalah ekonomi. Dan tak ayal juga dia terjerumus ke hal yang buruk bersama temannya.

Rasanya empatiku timbul mendengar cerita pemuda itu. Aku begitu saja percaya mendengar semua cerita yang dituturkannya. Entah mengapa ada sesuatu hal yang membuatku tertarik dari semua cerita-cerita tentang permasalahan yang dihadapinya. Dan itu sangat berbeda 360° derajat denganku yang hidup datar lurus tanpa hambatan, dan terbilang cukup bahagia dengan kehidupanku sekarang. Mungkin air mata yang keluar dari matanya tak bisa membohongi hati nuraniku. Itulah yang menguatkan kepercayaanku kepadanya.

Aku membiarkan dia bercerita, mengalir tanpa jeda. Seakan aku sebuah diary yang dia tulisi tentang semua cerita hidupnya. Apa yang diceritakan membuatku merasa prihatin dengan hidupnya. Bagaimana tidak ketika dia sedang tekun-tekunnya menikmati kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang dia idam-idamkan selama ini. Dirinya harus menerima kenyataan bahwa orangtuanya sedang mengalami kebangkrutan dalam bisnisnya. Dan imbasnya kepada kuliahnya yang terbengkalai. Akhirnya dari semua itu ia keluar dari kuliahnya karena orang tuanya sudah tidak mampu lagi membiayai perkuliahannya. Dan masalahpun datang mendera bertubi-tubi kepada keluarganya. Harta orangtuanya pun habis dijual, demi membiayai kebutuhan hidup sehari-hari keluaraganya. Orang tuanya sekarang bekerja serabutan. Sedangkan dia hanya bisa menunggu keajaiban Tuhan, tanpa bisa melakukan apa-apa. itulah yang membuat dia hampir depresi memikirkan semua masalah keluargannya. Dan ketidaksiapan mental dia menghadapi beribu masalah yang selama ini dia tidak temui dalam hidupnya. Kehidupan yang nyaris sempurna bisa hancur dalam sekejap saja, membuatnya syok berat. Dan itu juga yang membawanya kepada perbuatan buruk.

Tak pernah aku membayangkan sebelumnya seorang pemuda yang begitu membuat diriku tertegun terpaku dibuatnya. Mungkin pemuda ini saking beratnya beban yang dipikulnya, sehingga tak terasa airmatanya pun terurai dari sudut matanya ketika bercerita kepadaku. Aku selama ini tidak menyadari dengan orang-orang yang ada disekitarku. Aku mungkin orang yang terlalu egois, yang hanya memikirkan diriku sendiri selama ini. Dan sekarang aku dapat merasakan semua kepedihan yang dirasakan oleh pemuda itu. Tentunya itu merupakan tamparan bagiku dalam perjalanan hidupku selama ini.

Dan hujan pun reda seakan memberhentikan ia bercerita. Aku menyuruh pemuda itu pulang kerumahnya. Karena tidak baik bagiku jika pertengkaran antara dirinya sebagai lelaki dengan orangtuanya terus berlanjut. Hanya sebuah do’a diiringi kesabaran bagi dirinya, serta lakukan apa yang bisa dia lakukan untuk keluarganya adalah nasihat terakhir untuk pemuda itu. Dan aku yakin bahwa pemuda itu ada motivasi kuat untuk merubah dirinya sendiri. Karena nasehat dari ku bahkan dari orang-orang yang dia temui pun tak kan pernah bisa merubah keadaan dirinya. Jika dia tidak mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk berubah.

Dan bukan saja seorang wanita saja yang bisa bercucuran air mata ketika ada masalah yang menghampirinya. Aku berpikir bahwa ternyata seorang lelaki pun, terkadang bisa juga menangis kalau tertimpa masalah. Namun karena malu dan ingin dibilang kuat oleh wanita, terkadang lelaki menjadi terdorong menjadi lebih kuat dalam hal ini dari pada wanita. Karena sekuat-kuatnya lelaki adalah ketika dia bisa keluar dari masalah yang mendera hidupnya. Namun menurutku, bahwa tak ada salahnya seorang lelaki menangis, jika memang yang dia tangisi bukan sesuatu yang sepele. Dan tentunya menangis ketika kita sedang mengadu kepada sang Maha pemberi jalan keluar yaitu Allah Swt tentunya. Maka jangan pernah sekali-kali kita malu untuk mencurahkan isi hati dan semua permasalahan yang ada kepadaNya.

Andaikan semua masalah bisa terselesaikan dengan air mata. Mungkin tidak ada orang gila dan orang yang bunuh diri didunia ini. Enak sekali ya!.

-harrys-